Morowali | Media Timur | Pasca dilaksanakannya Hari Lahir (Harla) Kerukunan Keluarga Bone (KKB) di Morowali pada pekan lalu 24 Nopember 2025 yang sukses dilaksanakan dengan penuh hikmat, kembali jajaran pengurus dan anggota KKB Morowali menggelar Dialog Budaya yang dilaksanakan di perumahan PPR Desa Bahodopi Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah dengan mengusung tema "Pusaka Mappadampeng Bosi" yang artinya Pusaka yang membawa ajal.
Ungkapan tersebut bukan diartikan sebagai dramatis atau mitologi lama, akan tetapi sebuah ajakan untuk memahami bahwa setiap pusaka memiliki sisi filosofis, spiritual, dan historis yang tidak bisa diabaikan.
Dialog yang menghadirkan pemateri dari Pemerhati Pusaka / Parewa Bessie, Al Munawar menyampaikan, bahwa, dalam tradisi Bugis, pusaka adalah perpanjangan tangan leluhur—penanda marwah, pembeda identitas, serta pengingat bahwa kita berdiri hari ini di atas perjuangan, doa, dan nilai-nilai yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
"Melalui dialog sehat yang kami lakukan, kami ingin menegaskan bahwa pusaka hari ini tidak lagi dipandang dalam fungsi tunggal sebagai alat perang, melainkan telah berkembang menjadi simbol budaya, ikon pengetahuan tradisional, dan warisan intelektual yang harus terus dilestarikan. Pusaka adalah cermin karakter: ketegasan, keberanian, kehormatan, dan sekaligus kerendahan hati", sebut Dewan Penasehat Kerukunan Keluarga Bone tersebut kepada Media Timur, Senin (01/12/2025)
Dalam paparan materi yang disampaikan, Al Munawar menambahkan, tujuan dari diadakannya dialog tersebut untuk memberikan edukasi yang baik dan benar, agar pemahaman tentang pusaka tidak melenceng dari konteks budaya. Sebab dalam banyak komunitas, kesalahpahaman dapat menimbulkan ketakutan, mitos berlebihan, bahkan menodai nilai luhur yang sebenarnya sangat mulia.
"Melalui forum ini, kami menghadirkan ruang untuk bertanya, berdiskusi, menelusuri sejarah, dan mengenali filosofi setiap besi, setiap pamor, setiap lekuk yang tercipta melalui campuran keterampilan, doa, dan niat pandai besi di masa lampau", jelasnya.
Sebelum dialog tersebut digelar, dilaksanakan tradisi ma'baca-baca yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan dengan menghadirkan rasa syukur kita kepada Allah SWT.
"Ma'baca-baca menjadi pengingat bahwa sekuat apa pun manusia menjaga warisan, pada akhirnya hanya Allah-lah yang memelihara makna dan keselamatannya. Ini juga menegaskan bahwa KKB bukan sekadar komunitas perantau, tetapi Bugis yang mapan di rantau, yang tetap kokoh pada akar nilai-nilai leluhurnya, selalu berusaha menjaga hubungan antara budaya dan agama agar selaras dan saling menguatkan", tutup Al Munawar. (Ikhwan)
